Tuesday, August 30, 2016

Monday, August 29, 2016

KANJENG KYAHI Manggolo Budoyo

Gelar                     : KK Manggolo Budoyo
Dhapur                  : Nogososro luk 13
Pamor                   : Beras wutah tinatah emas 7 wedono, bahan Nikel
Warangka             : Ladrang capu Surakarta, bahan kayu Cendana wangi
Deder                   : Surakarta kasatrian, bahan kayu Ungu
Pendok                 : Bunton, baha perak tretes berlian, motif lung melati
Tangguh                : kamardikan mutrani Mataram ( 2013 )
Besalen                 : Suralaya, Mpu KRAT. H. Pauzan Pusposukadgo

KERIS DAPUR NOGO SOSRO

KERIS DAPUR NOGO SOSRO

Bagian gandik keris ini diukir dengan bentuk kepala naga ( biasanya dengan bentuk mahkota raja yang beragam ), sedangkan badannya digambarkan dengan sisik yang halus mengikuti luk pada tengah bilah sampai ke ujung keris. Dengan ciri-ciri antara lain adalah kruwinganri pandan dan greneng, dan beberapa empu (berdasarkan zamannya seperti Majapahit , Mataram dan Mataram Nom) membuat keris ber-dapur nagasasra.
Pada keris dapur Nagasasra yang baik, sebagian besar bilahnya diberi kinatah emas, dan pembuatan kinatah emas semacam ini tidak disusulkan setelah wilah ini selesai, tetapi telah dirancang oleh sang empu sejak awal pembuatannya. Pada tahap penyelesaian akhir, sang empu sudah membuat bentuk kinatah ( yang benar adalah tinatah = kata 'tatah' yang artinya dalam bahasa Indonesia = pahat,dengan sisipan in, menjadi tinatah )sesuai rancangannya . Bagian-bagian yang kelak akan dipasang emas diberi alur khusus untuk "tempat pemasangan kedudukan emas" dan setelah penyelesaian wilah selesai, maka dilanjutkan dengan penempelan emas oleh pande emas.
Salah satu pembuat keris dengan dapur Nagasasra terbaik, adalah karya empu Ki Nom, merupakan seorang empu yang terkenal, dan hidup pada akhir zaman kerajaan Majapahit sampai pada zaman pemerintahan Sri Sultan Agung Anyokrokusumo di Mataram, tetapi ada sebagian ahli lain yang mengatakan bahwa Ki Supo Anom pada zaman kerajaan Mataram, sebenarnya adalah cucu dari empu Supo Anom yang hidup pada zaman Majapahit, dan golongan ini menyebut Ki Nom dengan sebutan Ki Supo Anom II, dan yang hidup pada zaman Majapahit disebut Ki Supo Anom I.

Keris dapur Nogo sosro babaran besalaen Suralayan, Surakarta, oleh Mpu KRAT H Pausan Pusposukadgo
                                                   



KERIS KINATAH GAJAH SINGA



Kinatah dalam budaya keris adalah penyebutan hiasan emas yang timbul di atas permukaan bilah keris. Dengan demikian, emas dipasang seolah mengambang di atas permukaan bilah sehingga bentuknya menjadi 3 dimensi. 
Ada berbagai motif kinatah, salah satunya dengan gambaran Gajah dan Singa dibagian bawah gonjo keris, diselimuti dengan motif bunga (floral motif). Kinatah ini merupakan pertanda jaman, dimana pada suatu masa Sultan Agung Hanyakrakusuma mampu menumpas pemberontakan Adipati Pergola di wilayah Pati. Dari keberhasilan menumpas pemberontakan Pergola tersebut, maka para Senopati dan prajurit yang berjasa diberi kinatah dengan motif Gajah Singo ini. 
Motif Gajah Singo ini bukannya tidak memiliki maksud. Dalam Sengkalan, Gajah dilambangkan dengan angka 8, dan Singo melambangkan angka 5. Curiga atau keris melambangkan angka 5 dan Tunggal = 1. Dengan demikian, Kinatah ini lantas dibaca : Gajah Singo Keris Tunggal yang melambangkan angka tahun 1558 Kalender Jawa.
Berbicara mengenai bentuk kinatah, pada foto ini merupakan salah satu kinatah yang mencirikan ke-khas-an kinatah era Mataram Sultan Agung. Emas menempel mengambang dengan bentuk Gajah & Singa serta bunga yang luwes dan memiliki pecahan halus. Bisa digunakan sebagai pedoman dalam memilih kinatah orisinil era Mataram Sultan Agung. Dengan begitu banyaknya keris berkinatah, kita harus benar2 jeli mengestimasi dan membedakan kinatah berdasarkan jaman. Kinatah era Singosari dan Majapahit awal akan berbeda dengan kinatah era Majapahit akhir, demikian pula kinatah era Mataram Sultan Agung dan Amangkurat, akan berbeda dengan kinatah era Surakarta Paku Buwana dan Jogjakarta Hamengku Buwana. Demikian pula kinatah baru, akan terlihat berbeda antara kinatah buatan Solo, Jogja dan Madura. Kinatah buatan baru yang dipasang pada keris tua/lama dengan bentuk yang seolah2 banyak lepas pun akan bisa dibedakan oleh mereka2 yang sudah memahaminya. Tapi tentunya kemampuan untuk membedakan kinatah ini berdasarkan jaman akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perlu kejelian, keseringan melihat dan titen atau kemampuan mengingat/record atas semua pengalaman.